Usulan Revisi UU P2SK: Kripto Jadi Alat Pembayaran
Jakarta - Komisi XI DPR menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Revisi Undang-undang (UU) P2SK (Pengembangan serta Penguatan Sektor Keuangan) bersama dengan PT Jasa Raharja, Asosiasi Blockchain RI, Asosiasi Asuransi Umum RI, serta Asosiasi Asuransi Syariah RI, Rabu (24/9/2025).
Rapat ini dilakukan untuk mengakomodir usulan dari berbagai otoritas.Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua Umum Aspakrindo-ABI Yudhono Rawis menyampaikan tiga usulan.
Pertama terkait usulan inovasi dengan mendorong aset kripto bisa menjadi alat pembayaran.Hal ini perlu dilakukan lantaran potensi transaksi aset kripto publik RI sangat besar.
Namun kondisi tersebut tak terlalu terserap di pasar kripto RI."Kami research dari blockchain monitoring tool di mana ada transaksi global user RI itu US$ 157 miliar.
Jadi selisihnya US$ 115 miliar atau sekitar Rp 2.000 triliun ya, tidak terjadi di exchange di RI," terang Yudhono.
Dengan kondisi tersebut, Yudhono menekankan perlunya harmonisasi regulasi antara Bank RI serta OJK, karena saat ini pembayaran diatur oleh Bank RI, sedangkan exchange serta blockchain berada di bawah OJK.
Dengan pengaturan yang lebih terintegrasi, diharapkan penggunaan kripto di RI bisa lebih luas, tidak hanya sebagai instrumen penanaman modal, tetapi juga untuk transaksi sehari-hari.
"Contohnya, baru 2-3 bulan yang lalu ya, ada Genuine Stablecoin Act yang disetujui oleh parlemen di Amerika, yang memberikan framework untuk pengaturan stablecoin serta bisa dipakai juga untuk harian, contohnya seperti pembayaran.
Mungkin itu isu yang pertamanya.Jadi produknya itu memang masih sangat terbatas di RI, inovasi juga masih sangat terbatas," katanya Usulan kedua yakni penertiban exchange ilegal.
Yudhono menyebut masih banyak exchange yang beroperasi di RI tanpa izin resmi, sehingga sebagian besar transaksi pengguna RI terjadi di exchange global.
"Usulan kami, ini penindakan tegas oleh institusi atau satu-satuan tugas khusus terhadap exchange ilegal, termasuk memblokirkan akses untuk wadah perdagangan, serta juga mungkin memang efek pidana ya untuk aktivitas ilegal yang dilakukan," katanya.
Usulan ketiga terkait pajak kripto.Yudhono mengatakan saat ini aser pajak kripto dikenakan sebesar 0,21% serta bersifat final.
Namun karena pasar kripto bersifat global, banyak transaksi dilakukan melalui exchange mancanegara atau decentralized exchange sehingga pajak tidak dipungut.
"Jadi kalau misalnya user mau beli Bitcoin, dia bisa memilih untuk beli mungkin di exchange di luar, ataupun di decentralized exchange.
Sayangnya banyak memang untuk bisa transaksi yang tidak membayar pajak, mereka akan langsung untuk akses ke exchange yang global ataupun ke decentralized exchange," katanya.
0 comments:
Posting Komentar